Rizki bagi keluaga ibarat bahan bakar bagi kendaraan bermotor,
tanpanya kendaraan bermotor akan mandeg, begitu pula keluarga, tanpa
rizki ia tidak tegak. Oleh karena itu masalah rizki bagi kebanyakan
keluarga adalah masalah utama yang menyibukkan mereka karena ia memang
pemenuh hajat hidup keluarga. Menurut pengamatan tidak sedikit keluarga
yang berpandangan bahwa berpegang kepada syariat Islam mengurangi jatah
rizki dan menutup sebagian pintu-pintunya, lebih parah dari itu ada yang
beranggapan bahwa untuk meraih kemudahan dan kelapangan rizki maka mata
harus ditutup dari batasan-batasan syariat khususnya terkait hukum
halal haram, akhirnya muncul celetukan, "Hari gini masih mikir
halal-haram, yang haram saja sulit didapat lebih-lebih yang halal".
Dalam kondisi ekonomi yang berat, orang-orang nganggur meningkat
jumlahnya, akibatnya pekerjaan terasa menipis karena diperebutkan oleh
angka yang besar sementara hajat hidup tidak pernah mengenal kata henti,
terus meningkat jumlah dan harganya, hal mana semua itu menuntut
keluarga bekerja keras mencari sebab-sebab dan pintu-pintu rizki
alternatif demi memenuhi tututan hidup, bukan sesuatu yang tercela
selama hal tersebut dalam batas-batas koridor yang diletakkan syariat.
Hanya saja kebanyakan keluarga muslim dalam usaha mencari sebab-sebab
dan pintu-pintu rizki hanya bertumpu kepada sebab-sebab materi semata di
mana ia juga menjadi tumpuan keluarga-keluarga pada umumnya, maka yang
terpikir oleh keluarga-keluarga tersebut adalah misalnya membuka usaha
ini dan itu, berdagang ini dan itu, belajar keterampilan ini dan itu,
hanya sebatas itu, titik, tidak lebih. Kita tidak pungkiri bahwa semua
itu merupakan sebab-sebab dan pintu rizki akan tetapi keliru manakala
yang terpikir hanyalah sebatas itu karena di samping sebab-sebab
tersebut masih ada sebab-sebab dan pintu-pintu rizki lain yang jarang
terpikirkan oleh kebanyakan orang dan justru ia lebih mujarab.
Sebab tersebut adalah mengetuk pintu Allah sebagai pemilik dan
pembagi rizki sesungguhnya. Allah tidak membiarkan manusia tanpa
petunjuk dalam mencari rizkinya, Dia telah menata dan meletakkan
sebab-sebabnya. Jika manusia berkenan mengetuk pintu Allah niscaya
sebab-sebab rizki akan dimudahkan olehnya tanpa keraguan. Pertanyaannya
dengan apa kita mengetuk pintu Allah?
1. Taubat dan istighfar
Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan perbuatan dosa.
Dan istighfar adalah memohon perlindungan kepada Allah dari dampak buruk
dosa yang dilakukan. Yang dimaksud dengan taubat dan istighfar di sini
bukan sebatas ucapan tanpa bukti nyata perbuatan sebab jika demikian
maka ia berarti dusta. Taubat yang benar adalah taubat yang memberi
bekas pada perbuatan pelakunya inilah taubat pembuka pintu rizki Allah.
Firman Allah,
Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai (Nuh: 10-12).
Kita baca bagaimana ayat di atas menetapkan janji Allah dari
istighfar yakni kemakmuran hidup: hujan turun deras, harta dan anak-anak
diperbanyak sebagai bukti kemakmuran, kebun-kebun ditumbuhkan yang
ditopang oleh sungai-sungai sebagai sumber hidup.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab berpegang kepada ayat di atas manakala dia keluar meminta hujan, yang dilakukannya adalah beristighfar. Begitu pula al-Hasan al-Basri, ketika dia didatangi oleh tiga orang pengadu. Yang pertama mengadukan kekeringan, yang kedua mengadukan kesempitan hidup dan yang ketiga meminta doa agar dikaruniai anak. Al-Hasan menjawab dengan satu jawab, "Beristighfarlah".
2. Bertakwa
Bertakwa kata Imam an-Nawawi adalah mentaati perintah Allah dan
larangan Allah. Yang pertama dengan melaksanakannya dan yang kedua
dengan menjauhinya. Takwa merupakan sebab dibukanya rizki oleh Allah
bahkan ia merupakan sebab diangkatnya kesulitan. Firman Allah,
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya" (Ath-Thalaq: 2-3).
Hafizh Ibnu Katsir berkata, maksud ayat ini adalah barangsiapa
bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkanNya dan
meninggalkan apa yang dilarangNya niscaya Allah akan memberinya jalan
keluar serta rizki dari arah yang tidak diduga yakni tidak terlintas di
benaknya.
Senada dengan ayat di atas firman Allah,
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya" (Al-A?raf: 96).
3. Tawakal
Tawakal adalah menyandarkan diri kepada Allah yang diikuti dengan
usaha maksimal dalam batas-batas yang dibolehkan, ia merupakan salah
satu sebab yang dengannya Allah membukan rizkiNya bagi hamba-hambaNya.
Rasulullah saw bersabda,
"Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah sebenar-benar
tawakal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki
burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang
sore hari dalam keadaan kenyang" (HR. At-Tirmidzi).
Hadits ini menjelaskan bahwa barangsiapa bertawakal kepada Allah
niscaya dia dilimpahi rizki yang cukup seperti burung-burung yang pergi
pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore dalam keadaan kenyang.
Bagaimana tidak demikian sementara dia telah bertawakal kepada dzat di
mana barangsiapa bertawakal kepadaNya niscaya Dia akan mencukupinya,
firman Allah,
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya" (Ath-Thalaq: 3).
Perlu ditekankan di sini bahwa tawakal tidak berarti berpangku tangan dan meninggalkan usaha dan jerih payah, justru usaha dan jerih payah itu termasuk termasuk bagian dari tawakal. Lihatlah burung dalam hadits di atas, ia bertawakal tetapi ia tetap berangkat pagi menyongsong rizkinya di hari itu.
4. Silaturrahim
Silaturrahim adalah menyambung rahim yakni kerabat dekat dengan
berbuat baik kepada mereka melalui ucapan dan perbuatan sesuai dengan
tuntutan kondisi. Nabi saw telah menetapkan bahwa salah satu sebab rizki
adalah silaturrahim. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Nabi saw bersabda,
"Siapa yang senang dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya
(dipanjangkan umurnya) maka hendaklah ia menyambung (tali)
silaturrahim".
Dalam hadits ini Nabi saw menetapkan bahwa silaturrahim menghasilkan
dua perkara: keluasan rizki dan bertambahnya umur. Dari sini Imam
al-Bukhari meletakkan bab untuk hadits di atas, Bab orang yang
dilapangkan rizkinya sebab silaturrahim.
Silaturrahim mempunyai pengaruh besar dalam berkembangnya harta dan menepis kemiskinan dan kesulitan hidup bahkan orang-orang yang bermaksiyat bisa berkembang hartanya disebabkan oleh silaturrahim. Ini adalah barokah silaturrahim. Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa Nabi saw bersabda, "Sesungguhnya ketaatan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim".
Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli
maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah
banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidak ada suatu keluarga
yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan).
5. Infak di jalan Allah
Yang dimaksud dengan infak di jalan Allah adalah memberikan sebagian
harta kepada jalan Allah yakni jalan-jalan agama dan kebaikan seperti
membantu fakir miskin, menyokong amal dakwah, mendukung jihad melawan
orang-orang kafir dan yang sejenisnya.
Berinfak di jalan Allah adalah salah satu kunci rizki hal ini ditetapkan oleh beberapa dalil dari al-Qur`an dan hadits. Allah berfirman,
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya" (Saba`: 39).
Perhatikanlah, ?Allah akan menggantinya,? dengan apa Dia
menggantinya? Bisa menggantinya dalam bentuk pahala dan bisa pula dalam
bentuk rizki karena Dia-lah pemberi rizki sebaik-baiknya. Jadi
barangsiapa berinfak berarti dia meraih janji penggantian dari Allah
sebaliknya adalah sebaliknya, artinya hartanya lenyap tanpa ada janji
penggantian dari Allah. Harta adalah pinjaman, ia pasti akan habis
karena kita pasti menggunakannya maka beruntunglah orang yang pada saat
dia menghabiskan hartanya diberi janji penggantian, dengan begitu
hartanya akan tetap mengalir silih berganti ditambah dengan pahala
tentunya.
Nabi saw bersabda dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah bersabda,
Allah Tabaraka wa Taala berfirman, "Wahai anak Adam! Berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadamu".
Imam an-Nawawi berkata, firman Allah dalam hadits ini adalah makna dari firman Allah dalam al-Qur`an surat Saba` ayat 39 di atas.
PENUTUP
Ini adalah sebab-sebab rizki yang dijanjikan oleh Allah, hendaknya
setiap muslim, khususnya penanggung jawab keluarga, meyakini demikian
karena Allah swt tidak menyelisihi janji, kalaupun kita belum merasakan
janji tersebut terealisir, itu tidak berarti Allah tidak menepati janji
akan tetapi besar kemungkinan kitalah yang belum mampu mewujudkan syarat
dari janji tersebut sehingga ia belum terlaksana, kalau selama ini kita
merasakan seretnya sebab-sebab rizki maka tidak menutup kemungkinan
karena kita berpaling dari Pemilik rizki dan Pembaginya dengan tidak
bertaubat, bertakwa dan bertawakal kepadaNya sehingga Dia belum berkenan
memudahkan, tidak menutup kemungkinan selama ini kita hanya mengacu
kepada sebab-sebab materiil hasil otak-atik akal manusia semata. Jika
Allah tetap memberikan rizkiNya kepada para pelaku dosa yang tidak
bertaubat dan tidak bertakwa kepadaNya maka Dia lebih pemurah untuk
menahan rizkiNya dari ahli takwa yang dekat kepadaNya.
(Dari: Kunci-kunci Rizki Menurut al-Qur`an dan Sunnah, Dr. Fadh Ilahi (terj))
Ilustrasi :oemahsedekah.com