Jerman Ijinkan Guru Muslim Memakai Jilbab

Keputusan pengadilan Jerman yang memperbolehkan guru wanita mengenakan jilbab di sekolah dinilai akan ditunggangi oleh kelompok anti-Islam PEGIDA. (Ilustrasi/Getty Images/Majid Saeedi)


Mahkamah Konstitusi Jerman pada Jumat (13/3) mengijinkan guru perempuan Muslim memakai jilbab ketika mengajar, asalkan tidak menyebabkan gangguan di sekolah. Keputusan ini menghapuskan pelarangan pemakaian jilbab di dalam lingkup sekolah yang telah diterapkan di Jerman sejak 2003.

Pelarangan jilbab untuk para guru Muslim di Jerman menyebabkan beberapa negara bagian Jerman untuk melarang penggunaan jilbab di sekolah, baik bagi guru maupun siswa, meskipun pemakaian sejumlah simbol agama lain, seperti kalung salib dan tudung biarawati diperbolehkan.

Pengadilan di Karlsruhe mengabulkan tuntutan seorang guru perempuran Muslim yang dilarang mengajar karena bertahan untuk tetap mengenakan jilbabnya.

"Simbol-simbol agama hanya dilarang ketika menyebabkan risiko dan gangguan nyata di sekolah," bunyi keputusan pengadilan di Karlsruhe, dikutip dari Reuters, Jumat (13/3).

Keputusan yang dinilai menghargai kekebabasan beragama ini disambut baik oleh Volker Beck, seorang anggota parlemen dari partai oposisi Green.

"Ini adalah hari yang baik untuk kebebasan beragama," kata Volker. 


Volker berpendapat bahwa atribut keagamaan termasuk jilbab hanya dikenakan bagi perempuan Muslim yang taat. Begitu juga halnya dengan tudung biarawati atau tutup kepala (kippah) bagi pria Yahudi.

Pemakaian simbol keagamaan, Volker menilai, bukanlah ancaman bagi keberagaman, tidak seperti partai sayap kanan Jerman (AFD), para penganut paham neo-Nazi dan ekstremis Muslim.

Keputusan pengadilan ini juga disambut baik oleh kepala badan anti-diskriminasi federal, Christine Lueders, yang menyatakan bahwa keputusan ini dapat "memperkuat kebebasan beragama di Jerman".

Lueders mengimbau agar keputusan ini ditinjau dan diterapkan oleh seluruh lembaga pendidikan dan sekolah yang dikelola oleh 16 negara bagian di Jerman.

Meskipun banyak dipuji, keputusan ini disebut sebagai keputusan yang "bermasalah" oleh Persatuan Guru Jerman (DL). Menurut asosiasi ini, keputusan tersebut merusak prinsip netralitas politik dan agama di lingkup sekolah dan pelayanan publik.

"Kami khawatir keputusan ini dapat menyebabkan gangguan di sekolah-sekolah tertentu jika, misalnya, orang tua non-Muslim tidak setuju bahwa anak-anak mereka diajarkan oleh guru berjilbab," kata Josef Kraus, Ketua DL.

Harian TAZ yang berbasis di Berlin memperingatkan bahwa kelompok protes anti-Islam PEGIDA, yang dimulai pada tahun lalu dengan meluncurkan pawai di Dresden, akan mengambil kesempatan dari keputusan ini dalam kampanye mereka dengan menyatakan bahwa Islam tengah menguasai Eropa.

"PEGIDA akan merayakannya," kata TAZ pada halaman berita utamanya, sembari menampilkan foto sebuah toko yang menjual jilbab berwarna-warni di pusat kota Berlin.

Meskipun demikian, dukungan bagi PEGIDA, yang merupakan singkatan dari 'Patriotik Eropa Terhadap Islamisasi Barat' terus menurun setelah para demonstran anti-rasisme gencar memprotes organisasi yang dianggap rasis ini.

Selain itu, pamor PEGIDA terus menurun utamanya sejak tersebarnya foto selfie pendiri Lutz Bachmann yang tengah mengenakan kumis ala Hitler.

Kanselir Jerman, Angela Merkel, menilai PEGIDA menyebarkan kebencian terhadap imigran. Merkel menilai imigran adalah solusi dari kurangnya tenaga kerja di Jerman akibat jumlah warga produktif terus menurun dan angka kelahiran menyusut.


(Sumber : CNN Indonesia)


Contributors

Powered by Blogger.

Blog Archive