Makan-minum bagi orang beriman dilakukan
semestinya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan asasi biologi tubuh.
Tetapi juga sebagai manifestasi bentuk ketaatan pada tuntunan Allah dan
mengikuti contoh-teladan dari Rasulullah saw, sehingga dapat menjadi
bernilai ibadah. Sesuai dengan misi hidup kita di dunia yang telah
diamanahkan Allah: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (Q.S. 51: 56).
Dengan demikian akan dapat diperoleh nilai ganda dari makanan yang
dikonsumsi. Yakni badan menjadi sehat dengan asupan gizi, sekaligus juga
mendapat ganjaran-pahala dan kebaikan, dunia wal akhirah, dengan ibadah
yang dilakukan itu.
Sebenarnya telah jelas tuntunan dan teladan/contoh dari Nabi Muhammad
saw., tentang hal yang sangat urgen ini. Sehingga, sebagai Muslim yang
beriman kepada Nabi saw, tentu kita harus mengikuti contoh-teladan yang
telah Beliau saw lakukan. Perhatikanlah perintah Allah dengan makna:
“Dan apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Q.S. Al-Hasyr,
59:7).
Khusus tentang hukum dan adab makan-minum ini, memang, fenomena yang
banyak terjadi di kalangan umat sangat memprihatinkan, jika ditinjau
dari Sunnah Nabi saw. Apalagi kalau dilihat bahwa acara yang
diselenggarakan sangat berkaitan dengan semacam prosesi keagamaan,
seperti walimah pernikahan, pesta ini-itu, atau forum-forum pertemuan
lainnya.
Maka dengan ini, perlu kita ingatkan kembali tentang beberapa kaidah
utama yang harus diperhatikan-diamalkan berkenaan dengan adab
makan-minum dalam Islam, agar dapat menjadi ibadah yang diridhoi Allah,
dan memperoleh ganjaran-kebaikan dunia wal akhirah. Diantaranya adalah
sbb:
1. Makan-minum itu seharusnya diniatkan sebagai ibadah karena Allah,
sesuai dengan tuntunan dari Hadits Nabi saw yang terkenal: “Diriwayatkan
dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khoththtoob, ia berkata: Saya
pernah mendengar Rosuulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya amal perbuatan
tergantung kepada niyatnya, dan bagi seseorang tergantung apa yang ia
niyatkan...” (H.R. Imam Bukhari dan Muslim).
2. Dimulai dengan berdoa. Doa yang masyhur dalam hal ini ialah:
“Allahumma baariklanaa fi maa rozaqtana wa qinaa adzaban-naar”. Atau
minimal diawali dengan membaca Basmalah (maksud H.R. Imam Muslim).
3. Kalau lupa di awal makan-minum, ucapkanlah segera saat teringat:
“Bila salah seorang di antara kamu hendak makan, maka ucapkanlah
‘Bismillah’. Namun bila ia lupa di awalnya, maka ucapkanlah: ‘Bismillahi
awwalahu wa akhirohu’ (Dengan menyebut Nama Allah dari mula hingga
akhir).” (H.R. Abu Dawud dan Turmudzi).
4. Makan-minum harus dengan tangan kanan, tidak boleh dengan tangan
kiri. “Apabila seseorang dari kamu makan, maka hendaklah (haruslah) ia
makan dengan (tangan) kanannya. Dan apabila ia minum, maka minumlah
dengan kanannya. Karena sesungguhnya setan itu makan dengan kirinya, dan
(juga) minum dengan kirinya.” (H.R. Imam Muslim). Ini juga berarti
menaati tuntunan Allah yang melarang mengikuti jejak langkah-perilaku
setan, dalam ayat Al-Quran yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan. Barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (Q.S.
24:21).
5. Dilakukan dengan duduk, jangan berdiri. “Janganlah salah seorang di
antara kamu minum sambil berdiri; dan barangsiapa yang lupa, maka
hendaklah ia memuntahkannya.” (H.R. Imam Muslim). “Anas berkata: Nabi
saw telah melarang orang minum sambil berdiri.” Lalu Qatadah bertanya
kepada Anas: “Kalau makan bagaimana?” Ia pun menjawab: “Hal itu (makan
dengan cara berdiri itu) lebih busuk dan jahat.” (H.R. Imam Muslim).
Dari hadits ini perintah agar memuntahkan makanan sebagai larangan yang
keras: jangan makan-minum dengan tangan kiri, apalagi sambil berdiri.
Karena itu merupakan perbuatan setan yang harus dihindari sepenuh hati:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah
syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan
yang keji dan yang mungkar.” (Q.S. An-Nuur, 24: 21).
Dengan panduan yang demikian jelas, kalau tidak ada tempat duduk, maka
janganlah makan/minum di tempat acara tersebut. Toh, anda tidak akan
sampai sakit ataupun meninggal, kalaupun tidak makan/minum saat itu di
sana, kecuali dengan ketentuan Allah. Tentu lebih baik menahan diri
sejenak, insya Allah mendapat berkah dari Allah, dari pada melanggar
tuntunan Nabi saw, sehingga menjadi perbuatan maksiat yang dilarang,
walau dianggap maksiat kecil sekalipun.
6. Mengambil makanan/minuman secukupnya, sehingga dapat dikonsumsi
habis. Jangan bersisa sedikit pun, sehingga menjadi mubadzir, dan
berdosa. “Dari Jabir, katanya, Rasulullah saw menyuruh membersihkan sisa
makanan yang di piring maupun yang di jari, seaya bersabda:
“Sesungguhnya kalian tiada mengetahui di bagian manakah makananmu yang
mengandung berkah.” (H.R. Imam Muslim). Bahkan Allah menyatakan dengan
tegas dalam ayat Al-Quran yang maknanya: “Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros, mubadzir. (Karena)
Sesungguhnya orang yang berbuat mubadzir itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S.
Al-Isra’ 17:26-27).
Demikianlah beberapa ketentuan hukum, dan panduan adab makan-minum bagi
kita yang beriman. Kiranya dapat dipahami, dihayati serta diamalkan
sepenuh hati, dan semoga Allah pun meridhoi, dunia sampai hari akhirat
nanti. Amin ya Allah Robbal ‘alamin. (Usm).
(Sumber : www.halalmui.org)